Friday 9 January 2009

Mujahid Kecil Kami

0 comments


“ Eh, ’Ammah yang satunya...” seru Nafis, salah satu putra Ustadz -pimpinan saya di kantor- dengan senyum penuh. Pandangan matanya mengarah ke saya.
“Ayo, ‘ammah siapa?” kejar Mbak Rina, patner saya, dari mejanya.
’Ammah Rina..,” masih dengan senyumnya, bocah laki-laki itu mencoba menebak.
’Ammah Betty…” Mbak Rina mengingatkan nama saya padanya.
’Ammah Betty…” akhirnya ia menyapa saya dengan malu-malu, kemudian menjabat dan mencium tangan saya.
“Sudah nggak sakit lagi?” Tanyanya setengah berbisik.

Saya hanya tersenyum. Rupanya dua bulan terakhir ini ketidakadaan saya di kantor diketahuinya karena sakit. Ya, mungkin itu memang penjelasan yang mudah diterimanya. Dua bulan yang lalu saya izin untuk tidak masuk kantor karena kondisi fisik yang memang harus dijaga. Secara umum, kondisi kehamilan saya baik. Hanya saja untuk melintasi tiga kota (pulang pergi) dalam sehari –Karanganyar-Solo-Sukoharjo- rasa-rasanya saya mulai kewalahan. Setelah mempertimbangkan saran orang-orang terdekat, terkhusus suami dan mbak, akhirnya saya minta izin untuk tidak ngantor selama dua bulan.

Kasihan, Dedek kalo’ tiap hari diajak motor-motoran terus. Jadi tunggu sampai usia kehamilan sampai pada trimester kedua. Dan, mumpung dedek belum lahir, konsentrasi ngerjain skripsi selagi cuti. (Itu pertimbangan yang lain meskipun pada kenyataannya masa cuti dua bulan di rumah ada progress yang berarti terhadap tugas akhir saya di kampus. Astaghfirullah…)

Tak terasa usia kehamilan sudah melewati trimester pertama. Rasa mual, muntah, dan pusing sudah berangsur-angsur berkurang meski saya masih merasa gampang lelah dan tidak selincah masa lajang. Alhamdulillah, kondisi saya dan mujahid kecil kami sehat. Dokter mengatakan bahwa janin saya di kandungan baik-baik saja.

“O, ini sudah mulai kelihatan jenis kelaminnya. Ingin tahu atau biar jadi surprise saja?”
Pada bulan kelima, dokter memberitahukan prediksi jenis kelamin permata hati pertama kami.

Rasanya campur aduk. Apalagi ketika menyadari gerakannya di dalam kandungan yang semakin terasa. Saya jadi semakin terkesima “Mujahid kecilku benar-benar ada.”
Subhanallah. Ia pun merespon dengan tendangan ketika diajak bicara abinya.

“Assalamu’alaykum… Dede’, ini Abi..”

Maka, sepanjang hari saya pun sering mengajaknya bercakap-cakap. Di sepanjang jalan ke kantor pun demikian. Saat harus menerobos hujan saya katakan, “Maafkan Ummi, Nak. Kita terpaksa hujan-hujanan. Kau baik-baik saja, bukan?”

Kini saya pun tak boleh egois. Tidak boleh asal merasa nyaman dengan setiap aktivitas. Sebab, ada (calon) mujahid kecil yang harus dijaga. Sungguh sebuah amanah yang luar biasa. Doakan, ya semua berjalan lancar hingga ia lahir kedunia!

7 Januari 2008:23:35
Bersabarlah sayang, Ummi dan Abi akan menjagamu.

0 comments:

Post a Comment