Saturday 17 November 2012

GINI LHO, MI.. ARKAN AJARI, YA!

4 comments
“Kelinciku kelinciku.. Oh, manis sekali
Melompat kian kemari.. Sepanjang hari
Aku ingin menemani.. sepulang sekolah
Bersamamu lagi.. menari-nari.”
Aku dengarkan kembali rekaman lagu yang dinyanyikan Arkan yang tersimpan di memory HP. Lagu yang diajarkan Uti (neneknya/ Ibuku) ketika pulang ke Ngawi. Aku ingat, suatu waktu, Arkan bertanya kepadaku, “Ummi, bisa nyanyi lagu kelinciku?”
Aku menggeleng. Sungguh, aku memang tidak hafal lagu itu.
“Ummi hafal, nggak?”
“Nggak, Sayang.”
“Gini Ummi, biar Arkan yang ajari. Ummi dengarkan dulu, ya.” Pintanya. Duh, nggaya banget sulungku.

Monday 2 April 2012

TOILET TRAINING ALA MAS ARKAN

1 comments

Sebanyak apapun buku parenting yang pernah kita baca, kita tak pernah tahu sebelumnya mana yang akan kita aplikasikan dalam perjalanan mendidik dan mengantar anak-anak kita menuju gerbang kemandirian. Aku tak pernah menjadikan buku sebagai standar baku keberhasilan melainkan sekedar penambah wawasan. Toh, setiap anak punya keunikan masing-masing yang tidak bisa disamaratakan

Begitu pun tentang standar keberhasilan toilet training, aku tak pernah mematok kapan sulungku, Arkan, harus mandiri keluar masuk kamar mandi. Bukankah semua akan berjalan secara alami seiring dengan perkembangan usia? Yang menjadi tugas orang tua sekedar mengantarnya bukan mematok kapan harus bisa melakukannya sendiri.

Sejak bayi, aku dan suami memang tidak membiasakan Arkan memakai diapers sepanjang waktu. Selain tak ramah lingkungan juga karena tak punya budget khusus dalam anggaran belanja bulanan. Paling banter beli 1 paket yang isi 7 atau 8 pcs. Pernah, sih, terpikir beli clodi tapi belum juga terealisasikan.

Pertama kali memakaikan Arkan diapers adalah saat perjalanan Ngawi-Solo. Saat itu, Arkan berusia 2,5 bulan. Kemudian hal itu kembali dilakukan saat mengajaknya bepergian. Pernah juga saat emaknya belum sempat setrika (kalau yang ini jarang, kok).

Nah, mulai usia 6 bulan, Arkan dah jarang ngompol di malam hari. Jadi percuma juga kalo memakaikan diapers malam hari. Mulai usia 1 tahun, saat tulang punggungnya mulai kuat menahan berat tubuhnya, aku mulai mengajarkan toilet training. Sebagai ibu yang full time di rumah, tak sulit mengenali waktu-waktu Arkan akan pipis.

Sedangkan tanda-tanda hendak pup pun dengan mudah bisa dibaca dari raut wajahnya yang tak biasa. Kadang juga ia bilang sebelum terjadi insiden pup di celana. Kadang-kadang memang kecolongan juga tapi aku tidak keberatan kok mengganti celana danmembersihkan bekas pipis atau pupnya. Kubuat santai saja.

Menjelang 2 tahun keberhasilan toilet training sudah semakin tampak. Meskipun begitu, kalau bepergian atau berkunjung ke rumah sanak saudara, Arkan masih pakai diapers, sekedar untuk jaga-jaga. Ya meskipun tetap kering dan Arkan pun bilang kalau mau buang hajat, setidaknya kami tenang dalam bertamu. Sedia payung sebelum hujan. Biasanya kalau bawa payung nggak jadi hujan. He..he..

Nah, menjelanng usia 2, 5 tahun pembelian diapers benar-benar kami stop. Di rumah masih ada sisa 3 pcs, dan terkadang aku tergoda untuk memakaikannya saat mengajaknya kondangan. He2.. malas cari KM tapi ternyata kadang juga Arkan mengajakku ke KM saat asyik-asyiknya menikmati jamuan makan. Baiklah, kuanggap ini konskuensi mengajak anak kecil ke kondangan.

Tanggal 13 April tahun ini, Arkan genap 3 tahun. Dan aku masih sering mewanti-wanti kalau cuaca dingin, “Mas Arkan, kalau mau pipis bilang Umi atau Abi lho, ya..” He..he begitulah emak cerewet. Soalnya belum lama terjadi insiden yang tidak mengenakkan, Arkan pipis di celana saat keasyikan maen di depan rumah. Saat itu memang masih pagi dan udara dingin. Hmm.. Padahal sebelumnya nggak pernah kejadian. Lha wong pas di rumah Mbah Ngawi 10 hari juga nggak pernah ngompol sama sekali. Tengah malam terbangun minta diantar ke KM. Siang juga kalau mau pipis atau pup juga bilang. Kadang ngeloyor ke KM sendiri.

Pengalaman mengajarkan kita untuk menjadi lebih baik dalam segala hal. Jadi aku lebih hati-hati dan tidak sombong soal keberhasilan Arkan toilet training di usia 2 tahunan. He..he.. baru dirasani berhasil ternyata kecolongan juga. Tapi tak mengapa, anggap saja kecelakaan sejarah. Hmm.. yang terpenting ia sudah mengerti ke mana harus membuang hajat. Sesekali ngompol ya masih wajar. Jangan dijadikan beban.

Tak ada tips khusus tentang toilet training yang aku peroleh. Dan aku juga tidak saklek menyerap referensi-referensi kapan saat yang tepat untuk melakukannya. Hanya satu hal yang selalu kuingat saat bepergian jauh adalah bertanya atau mengajaknya ke KM saat-saat tertentu (emaknya yang hafal ritme anak harus ke KM, 2-3 jam sekali). Setiap anak tak sama satu dengan yang lain, jadi sebetulnya orang tuanyalah yang paling mengerti kebutuhannya. Jadi santai aja, Bund.. :)

Bukit Gading Indah, 2 April 2011: 00.07

Sunday 11 March 2012

ASYIKNYA MEMASAK BARENG MAS ARKAN

1 comments

Setelah hampir empat tahun menikah, akhirnya tibalah aku pada sebuah kesimpulan bahwa memasak adalah ketrampilan yang berbanding lurus dengan jam terbang. Seperti halnya belajar bahasa, semakin diasah semakin lihailah kita. Tak perlu ada kekhawatiran akan hasil sebuah masakan. Toh, pada intinya memasak adalah mengubah bahan mentah menjadi makanan yang memberikan nutrisi yang diperlukan tubuh.

Setelah terbiasa, insting memasak menjadi sebuah seni berkreasi. Apalagi sekarang ada Mas Arkan yang gampang-gampang susah untuk urusan makan. Tapi semalas-malasnya makan (saking asyiknya main) kalau lapar juga minta makan. Biasanya dengan wajah tak berdosa, sulungku akan berkata, “Ummi, Arkan lapar…”

Atau kalau tidak, ia akan ngamuk-ngamuk. Dan setelah kutanya,” Mas Arkan lapar?”

Secepat kilat, jujur ia menjawab, “Lapaaar……..”

Berhubung aku bukan penganut nasi minded, maka bagaimana pun keadaan ekonomi (tak peduli tanggal muda atau tua karena aku bukan orang gajian:D), setidaknya ada cemilan di rumah. Antisipasi saja kalau aku malas makan nasi. Dan sepertinya hal ini menurun ke Mas Arkan yang suka ngemil. Terbukti sudah bahwa peacky eater –meskipun stadium 1- bisa diwariskan tanpa atau dengan sengaja. Nah, lho.. makanya biasakan makan apapun yang tersaji yang penting bergizi.

***********************************************

Sebenarnya aku lebih suka memasak ketika Mas Arkan sedang lelap dalam tidurnya. Atau setidaknya ada suami di rumah yang mendampinginya bermain. Namun, tak selamanya keadaan ideal seperti itu bisa kutemui, sehingga mau tak mau Mas Arkan akan ikut merecokiku didapur. Jika tidak, ngalamat deh masaknya pindah ke warung:D (Asyik. He2.. )

Pernah aku trauma. Saat itu, ia membantuku memasukkan tahu ke dalam bumbu. Awalnya biasa saja. Ia meniruku memindahkan tahu dari tempat awalnya ke dalam campuran air ketumbar, bawang, dan garam. Tapi tanpa kuduga, muncul ide kreatifnya.

“Arkan bantu, ya, Mi. Sekarang, dicuci dulu tahunya…”

Tanpa dosa, diremasnya tahu ke dalam bumbu sampai hancur seperti bubur. Hiks..hiks.. hancur juga hatiku. Meskipun begitu, kucoba tetap tersenyum seraya berkata, “Iya, Mas Arkan pintar. Kreatif, deh. Tapi lain kali tahunya nggak usah diremas-remas. Ini bumbu, Mas. Bukan untuk mencuci tahu.”

Eh, mujahid kecilku malah senyam-senyum, pringas-pringis tanpa dosa dan ber he-he ria..

Hal itu membuatku selektif memilih jenis masakan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak kuinginkan.

“Mas Arkan boleh ikut, kalau Ummi masak kue saja.” Tegasku.

***********************************************

Lalu terjadilah rutinitas itu. Begitu bunyi mixer terdengar, Mas Arkan segera mendekat. Dengan wajah riang ia menawarkan kebaikannya, “Arkan bantu, ya Mi..”

“Iya.. tapi tunggu Ummi dulu, ya…”

“Iya.”

Janji…?”

“Janji!”

“Sekarang tambahkan garam, gula. Masukan tepungnya. Tambahkan… bla..bla..” Aku memberi instruksi sambil mengambil bahan yang diperlukan dan memberikan kesempatan pada Mas Arkan untuk menuangnya satu persatu ke dalam adonan. Ia bahagia sekali.

Meski seringkali ada saja unexpected doing yang memancing emosi tapi aku telah berjanji untuk bersabarrrrr. He..he..

Setelah adonan masuk ke dalam cetakan, aku memintanya untuk menunggu, “Sekarang tunggu setengah jam lagi. Kita maen bola dulu, yuk!”

“Yuk..” Ia meninggalkan dapur terlebih dulu.

Tak lama kemudian ia bertanya, “Sudah matang, Ummi?”

“Belum. Sebentar lagi. Sabar, ya!”

“Sudah matang, Mi?” Ulangnya.

“Belum, Sayang…”

“Lima menit lagi, Mi?” Kejarnya..

Aku hanya menggeleng, “Arkan tunggu aja, ya! Nanti kalau sudah matang, Ummi ambilkan.”

***********************************************


Kalau kupikir-pikir, memasak bareng Mas Arkan memberikan banyak sekali pelajaran, baik untukku maupun untuknya. Ternyata benar juga bahwa anak dua tahun ke atas memang sudah bisa dilibatkan dalam aktivitas ini. Meski dapur akan lebih berantakan, waktu memasak jadi lebih lama, dan seringkali ia mengacaukan resep tapi banyak juga manfaat dari pembelajaran ini.

Kalau boleh aku merangkum dari wejangan para senior, manfaat yang akan kita dapatkan saat memasak bersama anak adalah:

  1. Melatih motorik halus dan ketajaman panca indera
  2. Mengajarkan matematika sederhana dan memperkaya kosa kata
  3. Meningkatkan pengetahuan anak tentang beberapa konsep, seperti panas-dingin, keras-lunak, cair-padat, mentah-matang, dsb
  4. Melatih konsentrasi dan daya ingat
  5. Meningkatkan kemampuan anak untuk bekerjasama. Hal ini akan tampak, ketika ia berinteraksi dengan teman-temannya.
  6. Membiasakan pola makan sehat, dsb.


Jadi sebenarnya tak ada alasan untuk tidak melibatkan Mas Arkan dalam memasak. Seru, deh.. setidaknya, aku juga bisa mengelola kecerewetan pada tempatnya. Apalagi setelah matang, ia akan sangat lahap memakannya. Gembira ria sambil berkata, “Enak, ya.. Lagi, Mi.. Terimakasih.”

Ah, Mas Arkan.. kepala Ummi jadi terasa di awang-awang:D

Bukit Gading Indah, 3 Maret 2012: 3.01