Menuliskan romantisme kenangan seorang aktivis dakwah kampus tiada pernah ada akhirnya. Begitu banyak kisah yang membenamkan pelajaran dan tidak semua kisah mampu ter-cover dalam satu tulisan. Namun tak apa bila dari sekian banyak serba-serbi seorang aktivis di medan juangnya hanya beberapa saja yang tersaji. Setidaknya kisah-kisah itu menjadi pemantik api semangat bagi jiwa-jiwa yang mulai dilanda resah.
AWALNYA ADALAH HIDAYAH
Saya yakin babak demi babak dalam setiap episode kehidupan kita tidak pernah terlepas dari skenario ALLAH. Begitu pun ketika kita memutuskan untuk menjadi seorang aktivis dakwah –sebutan yang begitu berat saya rasakan- di kampus. Ya! Ketika hidayah untuk ber-Islam secara kaffah datang menyapa, kita dituntut untuk selalu memperbaiki diri. Dan ternyata itu belum cukup. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Alangkah egoisnya kita ketika tak mau berbagi dengan saudara-saudara kita. Azzam untuk mengajak orang merasakan indahnya hidup dengan iman dan Islam pun tertanam kuat di dada.
Menjadi baik memerlukan proses. Kita tidak bisa menunggu sampai menjadi benar-benar baik, baru kemudian mengajak orang menuju kebaikan. Learning by doing pun menjadi pilihan! Kita tak pernah tahu berapa jatah usia yang diberikan-NYA. Mau tak mau proses perbaikan diri kita pun harus bersinergi dengan perbaikan ummat secara keseluruhan. Dan semua berawal dari hidayah.
Hidayah teramat mahal dan istiqomah tidaklah mudah. Beruntunglah orang yang memutuskan untuk memilih jalan dakwah. Sebab ia tidak sendirian memikul berat bebannya. Ia punya banyak saudara perjuangan yang akan menjaganya. Bukankah ALLAH pun menyukai kita berjuang dalam barisan yang teratur? Dan aktivis dakwah bukanlah status sementara ketika kita di kampus. Di manapun kita, kita adalah da’i sebelum menjadi yang lainnya. Semoga jalan dakwah ini mampu menyelamatkan kita dari adzab pedih-NYA!
PERCAYALAH, TAK ADA YANG SIA-SIA
Saya begitu terkesan dengan taushiyah yang disampaikan oleh seorang ummahat dalam memaknai babak demi babak dalam setiap episode kehidupan, ”Tak ada yang sia-sia. Apa yang sudah kita lewati semuanya indah. Ya! Semua terasa indah bila dibingkai dengan bingkai dakwah.”
Mari kita bingkai tiap kejadian dengan bingkai dakwah. Berharap setiap permasalahan yang dihadiahkan untuk kita menjadikan kita lebih dewasa dan bijak. Ingatlah bahwa ALLAH tidak pernah membebani seseorang di luar batas kesanggupannya. Maka ketika kita memutuskan untuk berjalan di atas jalan dakwah, bersiaplah menghadapi segala kemungkinan. Percayalah, tak akan ada yang sia-sia.
LDK; SALAH SATU WADAH PERJUANGAN
Kesan pertama di kampus hijau tercinta –UNS- memang benar-benar hijau. Klop. Pepohonan yang rindang di berbagai penjuru kampus tidak sendirian menjadi penarik perhatian. Ada sekian banyak performance ikhwan/akhwat yang berlalu lalang sepanjang hari di ruas-ruas jalannya. Saya segera beradaptasi dan mencari tempat untuk beraktualisasi. Meskipun sudah ngaji sejak kelas 3 SMP dan menjadi bagian dari Rohis semasa SMU, motivasi awal untuk bergabung dengan LDK –JN UKMI UNS- lebih karena keinginan untuk beraktualisasi.
Bagi saya waktu itu, LDK adalah zona ternyaman untuk berekspresi. Saya yang sejak awal tidak terlalu mantap kuliah di salah satu program studi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan enggan bergabung dengan UKM lain. Saya tidak siap untuk keluar dari zona nyaman. Saya pamitan ke salah seorang mbak –senior- agar tidak direkrut menjadi pengurus SKI fakultas. Saya tidak lagi tertarik dengan organisasi mahasiswa ekstra kampus. LDK telah menjadi satu-satunya pilihan. Biarkan saya berkiprah di LDK, gumam saya waktu ituJ.
Baru beberapa waktu berjalan, saya tersadar bahwa LDK hanyalah salah satu wadah perjuangan di kampus. Namun saya sudah terlanjur jatuh cinta, saya tak ingin ‘mendua’ meskipun akhirnya ada amanah lain yang juga harus diterima dengan lapang dada.
BIDANG NISAA’ DALAM TIGA MASA
Beberapa kali ada yang mengatakan bahwa saya tidak akan berkembang kalau hanya berkutat dalam dunia keakhwatan. Saya yang alumnus Divisi Keputrian Rohis SMA mencoba tetap bertahan di Bidang Nisaa’. Bagaimanapun, di awal kepengurusan saya telah memilih meskipun dalam hati kecil saya ingin sekali menjadi bagian dari tim media. Ah, bukankah belajar dakwah bil qolam bisa saya lakukan kapan saja dan di mana saja?
Tahun pertama
Tahun pertama di LDK (2004/2005) -masa kepemimpinan Pak Ahmadi- saya berjumpa dengan orang-orang hebat. Pun di Bidang Nisaa’. Saya menjumpai sosok muslimah yang pantas dijadikan teladan. Setidaknya keteladanan itu jelas terlihat di tataran ketua bidang, sekretaris, dan koordinator departemen. Dari mereka saya belajar betapa pentingnya perhatian, keikhlasan dan pengorbanan. Saya mencoba memahami bahwa kinerja bidang pun bukan sekedar merealisasikan program kerja yang telah dibuat. Saya menyaksikan sosok –senior- yang tenang dan selalu terkendali menghadapi setiap kondisi. Secara tidak langsung saya juga diajarkan untuk segera menetralisir rasa kecewa terhadap kenyataan yang seringkali berbeda dengan harapan.
Salah satunya adalah keadaan di mana saya mendapati tidak semua pengurus aktif. Di tahun ini program kerja bidang Nisaa’ JN UKMI UNS lumayan banyak. Di Departemen Internal ada (1)BOOM/Bina Ukhuwah Muslimah; acara yang dikemas untuk mempererat ukhuwah antar pengurus akhwat, menyikapi isu-isu kemuslimahan dan mengkomunikasikan permasalahan yang dialami pengurus akhwat; (2)LATANSA/Silahturahmi Antar Nisaa’; bertujuan mempererat ukhuwah antara Nisaa’ UKMI dengan Nisaa’ fakultas, mensinergiskan progja antar bidang Nisaa’ LDF dan meningkatkan eksistensi Nisaa’ UKMI; (3)KRM/Kajian Rutin Muslimah;sebuah kajian untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang fiqh muslimah; (4)EXOMUS/Exercise for Muslimah; sejenis acara riyadhoh untuk memfasilitasi potensi jasadiyah muslimah, meningkatkan minat Olah Raga muslimah; (5) IM3/Ini lho.. Mading Muslimah Masa Kini; mading yang memuat isu kontemporer muslimah (6)SIMPATI (Muslimah Pandai Tulis Menulis) ; training kepenulisan muslimah yang dipandu oleh pengurus FLP Solo .
Sedangkan di Departemen Eksternal ada (7) KURMA/Kajian Rutin Bersama; sebuah kajian yang diikuti oleh ibu-ibu/remaja putri di sebuah dusun binaan; (8) NISAA’ LINK yang bertujuan membuka hubungan dan memperuas jaringan eksternal ; (9) NIRWANA/Nisaa’ Transfer Wacana ; sebuah seminar muslimah yang bertajuk “Wanita dalam Bible dan Quran” ; (10) DERING (Leadership Training); sebuah training untuk meningkatkan skill kepemimpinan muslimah se-Surakarta. Jumlah personal di bidang pada periode ini ada 16 akhwat.
Tahun kedua
Tahun kedua (2005), tidak banyak yang berubah. Saya masih di Bidang Nisaa’. Di tahun ini periodesasi kelembagaan mengikuti tahun buku secara umum. Jadi masa ini –di bawah kendali Akh Ihwan Mujahid- merupakan tahun kepengurusan tersingkat, sekitar setengah masa kepengurusan sebelumnya. Ada yang mengatakan ini adalah masa akselerasi kelembagaan. Di Bidang Nisaa’ departemen internal dan eksternal dilebur jadi satu. Dengan jumlah personal yang berkurang, kerja-kerja bidang membawa kesan tersendiri. Mulai dari konsep dan teknis sebuah kegiatan -proposal, perijinan, sponshorsip dan fundrising, pubdekok, dll- dikerjakan oleh orang yang itu-itu saja. Jumlah pengurus bidang tahun ini ada 10 akhwat dengan program kerja yang juga cukup bervariasi. Ada (1)MADINA/Majalah Dinding Nisaa’ Nurul Huda; (2) Kansah/ Pekan Taushiyah; program silaturrahim dan berkirim taushiyah antar pengurus akhwat yang dilaksanakan dalam satu pekan. Pelaksanaan kansah melibatkan seluruh pengurus akhwat JN UKMI UNS; (3) HAMASA/Sehari Bersama Nisaa’; sebuah acara yang dikemas untuk menjaga soliditas pengurus akhwat; (4) KURMA MJ9/Kajian Rutin bersama Mojosongo; kajian bersama ibu-ibu di dusun binaan; (5) SEMUSIM/Sayembara menulis Muslimah “Surat Cinta buat Ayah” (6) T-KAT (Training Retorika Akhwat); (7) DERING /Leadhership training; latihan kepemimpinan muslimah pengurus LDF UNS dan LDK se-Surakarta.
Tahun ketiga
Tahun ketiga (2006), saya senang ketika akhirnya mendapat surat lamaran untuk menjadi sekretaris Bidang Media dan Informasi (Mediasi). Saya mulai merancang program baru, khususnya di departemen Media Islam (Medis), namun belum juga dilantik, saya ditarik kembali ke Bidang Nisaa’. Baiklah, meski dengan berat hati saya kembali ke bidang yang telah membesarkan saya. Kali ini posisi saya adalah sekretaris bidang. Sedangkan posisi ketua bidang di pegang oleh Ukhti Heni Marina. Di tahun ini –di bawah kepemimpinan Akh Triasmoro- jumlah pengurus di Bidang Nisaa’ ada 15 akhwat yang terbagi dalam departemen internal dan eksternal. Program kerja pada tahun ini sebagian sama dengan tahun sebelumnya: MADINA, HAMASA, KURMA dan DERING. Sedangkan program lainnya ada From Heart to Heart; program yang dikemas untuk menjalin kedekatan antara pengurus dengan mahasiswi, dosen muslimah dan birokrat kampus. Program ini dilaksanakan di momentum tertentu –hari pendidikan nasional dan hari aids sedunia- dengan membagi-bagikan bunga dan pin. Ada juga TUNISIA/Silaturrahim Nisaa’ LDK, Tokoh dan Elemen Wanita Surakarta yang dilaksanakan departemen eksternal. Selain itu pada tahun ini ada OBASA/Olah Raga Bareng Nisaa’ yang dilaksanakan pada hari Ahad. Dan yang tak kalah seru adalah Seminar dan Talkshow Muslimah bertajuk, ““Be Excellent Muslimah: Kenali diri...Lejitkan potensi” yang menghadirkan dr. Marijati (Peraih Ummi Award) sebagai narasumber.
Tak terasa saya telah melewati tiga periode di Bidang Nisaa’. Meskipun begitu, masih banyak kerja-kerja yang belum optimal. Beberapa hambatan yang kerap kami temui dalam Bidang Nisaa, khususnya periode 2006: (1)Sebagian personel mempunyai amanah lain dan padatnya aktivitas akademis sehingga dalam setiap koordinasi tidak semua pengurus bisa hadir; (2) Kurang efektifnya komunikasi sehingga berdampak pada kurangmatangnya perencanaan dan persiapan terhadap suatu kegiatan; (3) Kedisiplinan yang kurang dalam menepati time schedule yang telah dibuat.
Akhirnya semua kembali pada masing-masing personal di bidang. Bagaimanapun, semua mempunyai tanggungjawab untuk melakukan yang terbaik di setiap amanah yang diembannya. Begitupun segenap mujahidah di Bidang Nisaa’.
FSLDK TERCINTA: PUSKOMNAS DAN BP
Beberapa bulan sebelum FSLDKN XIII di Samarinda, saya dan Ukhti Heni bergabung dengan tim Puskomnas FSLDK. Saya mendapatkan banyak hal baru. Meskipun kerja jaringan tidak serumit yang saya bayangkan tapi juga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagaimanapun, amanah Puskomnas yang dipercayakan kepada UNS pada tahun 2002-2005 adalah amanah langit yang luar biasa. Saya menemukan sosok-sosok yang juga luar biasa, penuh semangat yang selalu menyala-nyala dalam tim Puskomnas.
Tahun 2005-2007, UNS diamanahi sebagai BP Puskomnas; pendamping daerah Maluku, Papua dan Irian Jaya Barat (Malpairjab). Dalam dua tahun ini, saya dan teman-teman di tim BP Puskomnas berinteraksi dengan teman-teman Indonesia Timur, khususnya teman-teman di LDK Babussalam Unkhair Ternate.
Syuro’ demi syuro’ FSLDK –langsung maupun via chatting- kini menjadi hal yang menerbitkan kerinduan tiap kali mengenangnya. Saya berharap sinergisitas dakwah di kampus-kampus seluruh Indonesia mampu terwujud dengan adanya FSLDK. Persaudaraan yang kokoh dengan landasan iman menambah keyakinan bahwa di manapun muslim berpijak, di situlah tanah air Islam dan di situlah syariat ALLAH ditegakkan.
Apa yang paling berkesan dari FSLDK? Terus terang saya tak akan sanggup menulisnya secara detail di sini. Biarlah saya tulis kembali sebuah hadist tentang indah persaudaraan sebagai pengingat agar kita senantiasa terjaga dalam jama’ah dakwah, “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasakan demam.” (H.R Bukhari)
YANG AKAN TERBINGKAI DALAM KENANGKU
Kesabaran Yang Menawan
Di awal semester, banyak sekali tawaran untuk bergabung dalam aneka kegiatan mahasiswa di kampus. Semuanya menjanjikan hal-hal yang menarik, baik di tingkat program studi, fakultas maupun universitas. Di tingkat fakultas, tentu saja saya memilih untuk mengikuti PETAI(Pelatihan Tahap) I, yang merupakan daurah marhalah pertama yang diadakan SKI FKIP UNS. Pasca itu ada kegiatan follow up, sebagai pendampingan kader mula yang terbagi dalam kelompok kecil. Meskipun hanya beberapa kali berjalan namun saya sangat terkesan dengan pendamping saya; seorang Ukhti yang telah membuat saya belajar tentang kesabaran.
Bagaimana tidak, di tengah kesibukannya yang padat, ia meluangkan waktu untuk mengunjungi adik-adik dampingannya. Sebuah kesabaran tentu saja menjadi energi untuk menepis lelah setelah bergerilya dari kos ke kos yang jaraknya tidak bisa dikatakan dekat. Ia menempuhnya dengan jalan kaki di tengah terik matahari yang begitu menyengat.
Meski mendapat kunjungan yang hanya sebentar namun diam-diam saya terharu. Apalagi saat itu saya sedang kesepian. Saya memilih tinggal di kos biasa yang kondisinya tentu berbeda dengan kos binaan para aktivis dakwah. Saya yang merasa rindu dengan bi’ah yang kondusif merasa mendapatkan obat penawar dari kunjungan singkatnya.
Apa Yang Terjadi Setelah Pulang
Sejak awal semester sampai sekarang, saya termasuk mahasiswa yang paling sering pulang kampung. Bukan sekedar homesick yang hinggap atau jarak rumah yang relatif dekat namun lebih dari itu pulang sudah menjadi kebutuhan. Memang seringkali benturan dengan padatnya aktivitas kampus menjadi kendala. Bagi saya hal itu harus disiasati. Saya pun mencari celah agar bisa pulang meskipun capek di jalan dan hanya numpang tidur semalam.
Seringkali rencana pulang harus dicancel karena ada undangan yang harus dipenuhi. Undangan yang tak jauh-jauh dari daurah kader, syuro’ ini itu dan aktivitas-aktivitas kelembagaan yang terus mengalir tak kenal henti.
Suatu hari yang masih saya ingat; saya tergopoh-gopoh sampai di kos karena memburu waktu kuliah. Sengaja mampir ke kos sepulang dari rumah untuk mengambil buku dan mengurangi beban tas yang berat. Saat hendak berangkat ke kampus tak sengaja mata saya melihat kertas putih bertulis ”Secret Invitation” yang tak lain adalah bentuk qoror untuk mengikuti sebuah kegiatan. Masya ALLAH, begitu banyak syarat tertulis di sana. Salah satunya adalah membuat makalah yang harus dikumpulkan dalam bentuk hard copy saat registrasi. Saya hanya mempunyai waktu semalam untuk mengerjakannya. Namun sekali lagi undangan itu harus dipenuhi. Saya pun nekad menulis makalah dalam lembar-lembar folio karena tidak memungkinkan untuk mengetiknya. Saat itu di kos tidak ada komputer. Setelah hunting buku-buku pergerakan untuk referensi, saya mulai beraksi sampai batas malam. Esoknya, pagi-pagi sekali saya memburu bus agar sampai di lokasi pemberangkatan sebuah daurah sebelum jam enam pagi.
Kalau saja saya nggak pulang kampung sebelumnya, mungkin akan berbeda kisahnya. Begitu pun di hari terakhir daurah ketika saya harus pulang kampung untuk mengambil madu mongso –makanan tradisonal dari tape- untuk dipresentasikan dalam mata kuliah Kewirausahaan keesokan harinya. Saya memberanikan diri untuk minta izin ke panitia. Saya jelaskan kepentingan saya yang mendesak. Bagaimanapun apa yang saya lakukan juga menyangkut nyawa –nilai- teman-teman satu kelompok. Akhirnya saya memang diizinkan pulang tapi terlebih dulu harus menyetor hapalan beberapa ayat Al-Quran yang tertera di undangan. O la.. la.., saya belum hapal betul. Untuk menebusnya saya disuruh push-up. Saya melakukannya dengan tegar. He.. he.. tapi begitu bus yang saya tumpangi beberapa kilometer meninggalkan Wonogiri, saya merasa kedua mata mulai hangat. Kemudian, tes..tes..mengalirlah bening-bening kristal itu di pipi. Parahnya, ketahuan sama kondektur bus, ”Lho Mbak, kok nangis?”
Inspeksi Mendadak Ba’da Subuh
Malu menceritakan hal ini. Namun saya ingin hal ini menjadi pelajaran bagi para aktivis. Di sebuah kajian pagi di masjid kampus tercinta, Seorang ustadz pernah bercerita tentang aktivis yang tidur ba’da Subuh. Ustadz menyindir para aktivis itu meniru pemuda kahfi yang bersembunyi di dalam gua. Pagi-pagi di dalam gua? Ah, betul-betul sindiran yang tajam. Masak, iya sih kita membiasakan diri tidur ba’da subuh? Sekali dua kali mungkin –meskipun banyak yang tidak sepakat- bolehlah kita melakukannya bila memang dalam keadaan darurat.
Ternyata apa yang diceritakan Ustadz bukanlah kisah fiktif. Saya pun menemui realita ’pahit’ itu di sejumlah kalangan aktivis dakwah. Sebabnya sangat kompleks. Namun dari fenomena tersebut saya belajar mengunyah nasehat-nasehat tentang keberkahan di pagi hari.
Survei yang tidak sengaja saya lakukan (saat bergerilya mengantar undangan tepat beberapa menit ba’da subuh usai syuro –mabit- di masjid kampus) begitu mengejutkan. Biasanya saat saya mengantar undangan di waktu siang atau sore memang jarang bertemu dengan sejumlah nama yang ada di list. Mereka masih di kampus atau masih berkutat dengan aktivitasnya. Kalau undangan di antar ba’da subuh? Ternyata bukan waktu yang tepat juga. Saya harus beberapa kali mengucapkan salam untuk membangunkan mereka. Hampir semua yang saya datangi belum siap menerima tamu karena masih terlelap.
Sepeda Motor Sang Aktivis
Suatu ketika, di sebuah daurah para aktivis dakwah kampus UNS di Yogyakarta, saya mendengar sebuah statement dari seorang ustadz bahwa seorang aktivis minimal bisa naik sepeda motor. Bagaimanapun, kepiawaian mengendarai sepeda motor sangat menunjang mobilitas seorang aktivis. Saya yang saat itu masih belum terlalu berani mengendarai sepeda motor di jalan raya tidak memberikan komentar apa-apa. Dalam waktu-waktu yang mendesak, saya memang memberanikan diri meminjam motor seorang ukhti lengkap dengan sopirnya –si empunya motor-. Namun sungguh, hal itu tidak selalu bisa saya lakukan di setiap keadaan darurat sekalipun.
Saya bersyukur ketika di hadapkan pada satu pilihan: saya harus berani naik sepeda motor. Awalnya begitu sederhana. Saya mendapat tamu –rombongan akhwat- dari Unsoed, Purwokerto. Ketika hari beranjak semakin siang, teman-teman harus segera sampai di Stasiun. Kalau terlambat, harus menunggu kereta berikutnya. Jalan satu-satunya untuk segera sampai ke stasiun adalah mengantarkan mereka dengan sepeda motor. Di parkiran pondok, ada beberapa sepeda motor nganggur. Saya melobi beberapa dan minta tolong untuk mengantarkan para tamu ke stasiun. Sayang semua menolak karena harus mengerjakan sesuatu yang juga penting. Dengan terpaksa saya hanya mengantar mereka sampai mendapatkan angkot ke stasiun. Astaghfirullah, saya begitu di dera rasa bersalah. Coba kalau saya berani bawa motor?
Akhir pekan ketika ada kesempatan pulang ke rumah, saya segera mengeluarkan sepeda motor dari tempatnya. Sudah beberapa minggu sepeda motor itu nganggur. Si empunya –kakak saya- sudah memberikan kepercayaan pada saya untuk memakainya karena sepeda itu tak mungkin dibawa merantau ke Kalimantan. Rencana semula sepeda itu baru akan saya bawa ke Solo untuk PPL semester VII. Akhirnya, memutuskan untuk tidak menunggu sampai masa PPL tiba. Ditemani sepupu, saya membawa motor kakak berkeliling desa agar terbiasa berkendara setelah beberapa lama tidak pernah membawanya. Alhamdulillah, Senin pagi, sepeda motor itu sudah berada di pondok.
Sekarang saya membenarkan statement yang pernah disampaikan Ustadz. Kepiawaian bersepeda motor sangat menunjang mobilitas. Apalagi ketika jam terbang sedang tinggi dan dalam sehari harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Ketika saya mendapat amanah untuk sering berkunjung ke sebuah tempat yang relatif jauh dan memerlukan waktu lebih panjang bila ditempuh dengan bus, saya pun kembali membenarkan statement tersebut. Ya! Seorang aktivis dakwah idealnya piawai membawa kendaraan. Setidaknya sepeda motor.
Sosok Yang Menghayutkan
Kepribadian yang luar biasa. Terus terang saya kagum dengannya. Ia adalah seorang aktivis dakwah yang luar biasa. Hatinya benar-benar tertaut di masjid kampus. Selain aktif di kepengurusan LDK –JN UKMI UNS-, ia juga menjadi takmiroh yang patut diteladani. Ada kecemburuan yang saya pendam hingga sekarang tiap kali mendapatinya menjadi ’pahlawan’ bagi yang lain. Seringkali ia menawarkan kebaikan meskipun ia sangat sibuk. Tak sekali dua kali ia pun menjadi ’pahlawan’ bagi saya.
Saya masih ingat, ketika baru beberapa saat sampai di Jogja untuk syuro’ dengan BP Puskomnas UNY, ia mengirimi sebuah SMS ke HP saya.
”Mbak, tadi pagi sudah sempat piket blm?”
Sebuah hal yang sederhana. Namun berujung pada tawaran yang kalau saya tidak mengiyakan pun akan tetap dilakukannya. Ia akan menggantikan saya untuk piket di hari Jumat karena sebuah kelalaian. Saya benar-benar terburu-buru berangkat ke Jogja tanpa piket terlebih dahulu. Dan ia rela menggantikan saya. Bukan lantaran iqob yang harus saya tanggung bila tidak piket, saya yakin ia melakukan dengan ikhlas.
Sungguh ketulusannya juga saya rasakan saat saya sakit. Sepulang dari Padang, ketika saya terkapar dan tidak ikut dirosah –kuliah pagi di pesantren mahasiswa-, ia membuka pintu. Menawarkan bantuan untuk membelikan saya sarapan pagi. Ketika saya mengatakan bahwa sudah ada yang membelikan ia pun berlalu dan dalam hitungan detik kembali ke kamar membawa roti tawar dan minuman cereal. Subhanallah, saya benar-benar iri dengan ketulusannya. Pun ketika di musim penghujan ini, ia membelikan saya jas hujan.
Sosoknya yang itsar dan tulus itu masih berpadu dengan kebaikan-kebaikan yang lain. Ia cekatan dan tidak banyak tingkah. Amal yauminya memang luar biasa. Ia terbiasa shaum daud. Mungkin itulah energi yang dimilikinya untuk senantisa istiqomah dengan kebaikan-kebaikannya. Semoga ALLAH membalas kebaikannya dengan balasan yang lebih baik.
Dinamika Antar Kampus Yang Berbeda
Kampus itu surga bagi para aktivis dakwah. Begitu komentar yang saya dengar dari beberapa ikhwah. Ya! Berbagai fasilitas kampus terkadang memanjakan para aktivis dakwah. Meskipun demikian ternyata dinamika dakwah antar kampus berbeda meskipun dalam satu kota.
Kampus swasta itu bonus. Begitu yang dikatakan ikhwah yang lain dalam kesempatan yang berbeda. Bila sebagian kader tersebar di kampus-kampus negeri maka menggerakkan sebagian besar kampus swasta membutuhkan kekuatan dan kegigihan tersendiri. Apalagi bila kita berangkat dari nol.
Dakwah kampus tahap persiapan menuju tahap satu memang unik. Saya tidak pernah menyangka kalau kondisinya akan seperti delapan puluhan atau sembilan puluhan awal. Jika di UNS kegiatan asistensi –mentoring- sudah menjadi menu wajib bagi mahasiswa baru, maka sekedar melakukan pembinaan diri dalam pertemuan rutin pekanan tidak mudah dilakukan di kampus-kampus yang letaknya hanya beberapa kilo dari Kentingan. Butuh strategi khusus agar tidak dicurigai pihak-pihak tertentu. Apalagi akhir-akhir ini seringkali berhembus isu yang tidak mengenakkan dan sedikit berpengaruh terhadap aktivitas dakwah kampus. Sungguh acungan jempol buat mereka yang gigih dalam menggarap lahan baru di kampus-kampus tetangganya.
Putus Asa? Nggak lagi deh..
Kadang saya merasa bukan apa-apa ketika berhadapan dengan seorang aktivis yang TOP BGT; jam terbang tinggi, binaan banyak, prestasi akademis oke, pintar berorasi, jaringan luas, keluarga terkondisi, dst. Sedangkan saya? Malang nian bila hanya penuh kekurangan demi kekurangan tanpa satu pun kelebihan. Jangan-jangan saya tidak bersyukur. Jangan-jangan saya tidak mau berusaha?
Setiap orang itu unik. Begitu pun aktivis dakwah kampus. Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Meskipun tawadzun tidak mudah dan kita punya banyak keterbatasan namun ALLAH telah memberi kemampuan kita untuk berusaha. Ketika di hadapkan pada sebuah kegagalan, sudah bukannya lagi seorang aktivis berputus asa.
TAK TERASA
Tak terasa usia di kampus sudah semakin berbilang. Amanah kelembagaan saya sudah selesai. Dan kini –semoga tahun terakhir di kampus- saya masih harus belajar tentang banyak hal. Sungguh, betapa kehidupan pasca kampus perlu persiapan yang matang. Medan jihad pasca kampus tentu lebih berat dan menantang.
BERTAHANLAH, SAHABAT... PERJUANGAN MASIH PANJANG
Perjumpaan selalu diikuti dengan perpisahan. Begitulah kebersamaan yang kita lalui dengan sahabat perjuangan di kampus. Semua akan menjadi kenangan. Namun semua tak berakhir di sini. Amanah sebagai seorang aktivis akan selalu melekat. Ingatlah bahwa kita telah berikrar untuk menjadi da’i sebelum menjadi yang lainnya; nahnu du’at qobla kulli syai’in! Meskipun raga tak akan lagi melangkah beriringan tapi jiwa kita tak pernah berpisah, selalu menyatu dalam cinta untuk menyeru pada-NYA. Lantunkanlah do’a rabithah sebagai pengikat hati-hati kita. Dan jangan lupa berdoa agar kelak ALLAH mengumpulkan kita kembali di tempat yang lebih baik –jannah-NYA-.
Selamat berjuang! ALLAHU AKBAR!
Ukhtiikum fillah –hamba ALLAH yang dhaif-
Fathimatul Azizah
Subhanallah.. Ternyata semua harus dilakukan dg ikhlas. It's very inspirate me, syukron katsir mba..
dakwah .. akan terus menjadi obsesi perjuangan sampai titik terakhir
بارك الله فى كل صفحات حياتك......
آمين يارب العالمين