Be a Writer
(BaW) bagi saya adalah komunitas yang luar biasa. Berada di dalamnya, seperti
halnya berada di antara para penjaga semangat untuk menebar kebaikan melalui
pena. Menulis bagi saya pribadi adalah sarana menjaga nyala cahaya di dada agar
tidak meredup. Menulis selalu mengingatkan saya akan perjalanan mencari cahaya.
Perjalanan menjemput hidayah dengan membaca
dan mendengarkan bisikan nurani.
Memasuki
bangku SLTP (SMP), saya semakin gemar membaca, tidak saja buku-buku yang berada
dalam perpustakaan tapi juga berbagai majalah remaja yang beredar di kelas. Ketika
memutuskan untuk berlangganan majalah, saya memutuskan berlangganan Majalah
ANNIDA. Keputusan itu juga mengawali titik balik perubahan dalam diri saya dan
cara pandang terhadap Islam. Saya mulai berbenah, dan bertekad untuk mengajak
teman-teman menjemput cahaya melalui tulisan. Singkat kata, ada janji yang
diam-diam saya ikrarkan saat itu: saya akan menempuh jalur pena dalam berdakwah
(wow^^, meski kusadari diri ini hanya debu di hamparan pasir-Nya ~nyanyi~).
Memasuki
bangku SMU (SMA), saat saya merasa menjadi orang bahagia di dunia, saya masih
konsisten dengan janji untuk terus (belajar) menulis. Semangat menulis itu
terpelihara karena saya punya komunitas.
Salah satunya adalah tim redaktur buletin dakwah sekolah. Kemudian,
ketika diizinkan untuk menginjakkan kaki di kampus hijau (UNS), banyak sekali
lomba, seminar, dan komunitas yang senantiasa mengingatkan saya untuk terus
mengukir sejarah dan berdakwah lewat pena. Bahkan, ada yang memfasilitasi saya
agar terus menulis, salah satunya dengan menjadikan saya bagian dari admin sebuah
situs LDK. Saya bersyukur memiliki sahabat yang memotivasi saya untuk terus
berbenah dan menulis meskipun tertatih-tatih.
Pertengahan
tahun 2006, saat mengikuti sebuah PPL (Program Pengalaman Lapangan, baca:
praktik mengajar), saya mendapatkan kabar gembira dari sebuah penerbit. Salah
satu kumpulan tulisan sederhana (baca diary) hendak diterbitkan. Satu tahun berlalu,
tulisan itu belum juga terbit. Setelah mengalami masa terombang-ambing dan
ketidakjelasan nasib karena menunggu antrian untuk diterbitkan, naskah itu saya
cabut dan saya lempar ke penerbit lain dengan sedikit revisi. Suatu hari, di awal tahun 2008, alhamdulillah
akhirnya naskah itu menemukan juga jodohnya. Hanya satu kata yang dihadiahkan
sang editor kepada saya, ”Betty, tulisanmu sebenarnya biasa dan sederhana. Tapi
saya berharap, ini menjadi awal untuk karya-karyamu selanjutnya.”
Tahun itu juga
saya diberi kesempatan untuk berakrab ria dengan tulisan dan belajar menjadi
editor secara otodidak. Saya menikmati bahasa-bahasa langit (di antaranya naskah
bahasa Arab yang diterjemahkan) yang luar biasa hampir setiap hari dari pagi
hingga menjelang Ashar. Alhamdulillah, saya mendapatkan bacaan gratis yang
mencerahkan di samping uang saku tambahan. Saat itu, janji untuk menulis masih
saya pegang dengan penuh kebanggaan. Saya masih ingin menjadi salah satu
da’iyah bersenjata pena:).
Tahun 2009,
ketika Allah mengizinkan saya menjadi seorang Ibu, saya berharap masih bisa
terus menulis. Memilih menjadi full time
mom (ada yang bilang stay at home mom)
dan beradaptasi dinamika yang baru membuat saya tak selalu bisa menulis. Saya
menyadari sepenuhnya, bahwa saya butuh sebuah komunitas yang mengingatkan saya tentang
janji yang pernah saya ikrarkan sewaktu SMP. Ya, sebuah komunitas yang menjaga
saya untuk istiqomah dan tak pernah berhenti berjuang dengan pena.
Saya sangat
berterimakasih kepada Mbak Leyla Imtichanah (Leyla Hana) yang mengizinkan saya untuk
berada dalam Be a Writer (BaW). Semoga seiring dengan perjalanan waktu –hayah-,
saya tak hanya menjadi anggota pasif tapi juga bisa memberikan kontribusi
seperti teman-teman yang lain (baca: para senior). Diam- diam, saya belajar
banyak dari Mbak Leyla. Saya mengenal namanya sekitar tahun 2006 ketika mencari
referensi novel remaja. Kala itu, buku Mbak leyla yang berjudul True Love
menjadi bacaan awal sebelum saya menyelesaikan novel remaja untuk diikutkan
sebuah lomba (he2 meskipun hasilnya bukan saya juaranya^^). Kemudian, lebih
dari satu tahun yang lalu melalui beliau pula saya mengirimkan kumpulan tulisan
(baca diary) ke sebuah penerbit. Mbak Leyla bahkan telah berbaik hati memberi
masukan ke naskah tersebut sebagai pijakan revisi tapi sampai detik ini juga
belum selesai. Nah, ini sebenarnya yang membuat saya ‘pekewuh’ untuk aktif di
BaW. Jujur, saya malu. Sangat malu kepada Kepsek BaW ini. Hmm.. bagaimana, ya?
Saya tak ingin memberikan alasan klise tentang managemen waktu yang masih kacau
balau. Saya akan berusaha untuk menyelesaikannya. Setidaknya sebagai bentuk
pertanggungjawaban atas kebaikan beliau yang telah memberi koreksi di antara
kesibukannya. Ya apapun hasilnya, saya Insya Allah akan menuntaskannya. Maafkan,
saya ya Mbak Ela! Tolong izinkan saya tetap berada dalam grup ini:).
BaW adalah
sekolah menulis yang luar biasa bagi saya. Meskipun lebih banyak menyimak tapi
jujur, begitu banyak pelajaran yang saya dapatkan. Saya berusaha tak melewatkan
setiap note dan diskusi hangat meski tak banyak meninggalkan jejak.
Saya takjub
menyaksikan para penulis yang tak berhenti berkarya. Mbak Eni Martini, Riawani
Elyta (Fauziah Fachra), Shabrina Ws, Aida Maslamah, Arul Chandrana, Ade Anita, dkk.
Para penulis yang juga jago lomba seperti Mbak Mugniar, Naqiyyah Syam, Windi
Teguh, Binta Al-Mamba, dkk. Semoga suatu saat, as well as possible, saya bisa seperti mereka.
BaW bagi saya mirip jaringan FSLDK (Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus) yang
lebih banyak bertemu di dunia maya tapi tetap berkarya di mana saja. Kadang ngiri juga dengan teman-teman yang
berkesempatan untuk bertemu langsung –kopi
darat-. Semoga suatu hari nanti, Allah mengizinkan saya untuk belajar
langsung, setidaknya bertegur sapa dengan mereka (para senior saya itu). Setidaknya
saya juga ingin bertemu dengan teman-teman di kawasan Solo Raya. Ada Mbak Santi
Artanti, Triana Wibawanti, Mell Shaliha, Cowie, dan tentu saja Mbak Afra –sosok yang begitu menjulang dan ho-ho..
diam-diam beberapa kali saya lihat dari jarak lumayan dekat tanpa pernah saya
berani untuk memperkenalkan diri-. O, ya saya juga ingin berjumpa kembali
dengan Viana Wahyu -satu-satunya teman SMA yang ada di sini- dan Mbak Najmatul Jannah -semoga segera berhasil merealisasikan duet kita, ya, Mbak-.
BaW bagi saya
seperti keluarga, tempat pulang yang paling nyaman. Di sini, para anggotanya
bisa saling berbagi apa saja. Bukan sekedar teori kepenulisan tetapi lebih dari
itu. Inilah yang membuat BaW menjadi salah satu universitas kehidupan dengan
mata kuliah yang beragam seperti persiapan pra-nikah, parenting, akhlak, moral,
dsb.
BaW juga
mengajarkan bagaimana menjadi penulis bermental baja yang mampu menghadapi setiap aral melintang dalam
perjalanan menuju kegemilangan. Selalu mengingatkan agar kita tetap rendah hati dengan setiap keberhasilan,
serta tetap semangat memaknai kegagalan sebagai keberhasilan yang tertunda.
Sebab, sejatinya dunia kepenulisan sama kerasnya dengan kehidupan. Mereka yang
berhasil adalah mereka yang punya nyali untuk melalui proses yang tak kenal
henti.
Saat saya
masih tertatih untuk (belajar) menulis seperti saat ini, BaW seperti halnya
sebuah jama’ah dakwah. Jika saya adalah domba, maka berada dalam lingkaran BaW
seperti halnya menjaga diri agar tidak diterkam serigala. Setidaknya, dengan
tetap berada di sini, saya (lebih) mudah untuk istiqomah menulis dan menepati
janji yang saya ikrarkan saat masih SMP untuk menjadi bagian da’iyah yang
bersenjata pena. Mari bersama-sama menebar kebaikan, saling menyemangati, dan
menjadi lebih baik dengan membaca dan menuliskannya kembali untuk anak cucu
kita.
Semoga BaW selalu berani berkarya dan berjaya sepanjang masa. Ya! Bersama-sama
berkarya dalam bingkai nurani yang selalu terjaga. Insya Allah.
Solo, 6 April
2013 9:17 pm
Fathimatul Azizah
Ihik.. terharu....
Waduh ... bahasa langit? Keren amat pengalamannya mbak :)
Senang ya bisa gabung BaW :)
Bunda Fath di Solo juga yah ? *amnesia*
Cloe dari blogiveaway ini adalah "Dakwah Bersenjatakan Pena'
I have to really that..
Jazzakillah
@Mbak Leyla Hana: Afwan, ya Mbak. hmm.. benar saya jadi nggak enak hati dengan jenengan. Pekewuh banget
@Mbak Mugniar: Iya, Mbak saya menyebutnya bahasa langit coz awal-awal ngedit tafsir juz 'amma & 29, terjemahan buku bahasa Arab yang luar biasa. Alhamdulillah, saya belajar banyak dari Mbak juga. Blogger hebat:)
@Mbak Yun W: Rumah saya belakang UNS, Mbak. Monggo mampir kalau melintas sekitar UNS:)
Terima kasih atas tulisan GA BAW, Azizah.. suksess selalu :D
Iya,sama2 Mbak Asagi. Aamiin:)
Saya baca lagi untuk dinilai. Makasih, mba :-)
Siip Setuju banget mba...jangan sampe kebablasan karyanya.
Anisa Beauty Care
Anisa Premium
Jelly Gamat Gold G Bandung
Konveksi Kaos
Salam Sehat Selalu, Obat Herbal Hamil menjadi solusi untuk mendapatkan momongan...
Binahong Untuk Kesehatan Yang Optimal
Kapsul Brotowali Si Pahit Berkhasiat
Buah Merah Wamena
Daun Sirsak
Daun Ungu Mengobati Ambeien Tanpa Operasi
Obat Pelangsing Herbal
Cara Agar Cepat Hamil
Vimax Kapsul Canada
Vimax di Bandung
Ace Maxs
Crystal X
Jelly Gamat Gold G